Pages

Senin, 29 Juni 2009

Mulutmu Harimaumu

Tahu gak kamu hikmah mengapa kita diberi satu mulut dan dua telinga oleh Allah Swt.? Ternyata, kita disuruh lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Tetapi kenyataan sangat jauh dari keinginan kita masih lebih banyak mengunakan mulut kita dibandingkan dengan telinga kita. Dan biasanya nih, yang kita-kita omongin kebanyakan sesuatu yang buruk. Makanya nanti di akhirat sana mulut kita dikunci dan yang menjadi saksi adalah anggota badan kita yang lainnya. Ihh seremmm...



Banyak persahabatan yang putus gara-gara mulut, bahkan ada satu kisah nyata sebuah keluarga yang setiap hari harus bertengkar diakibatkan selalu terjadi perang mulut hingga tak jarang seluruh binatang yang ada di kebun binatang keluar dari mulut antara sesama anggota keluarga yang terkadang terus berlanjut dengan adu jotos serta adu lempar piring (asli kalo melihatnya lebih seru daripada game Commandos lho…).
Mengenai mulut Rasulullah pernah memperingatkan kita untuk menjaga apa yang ada di antara dua bibir dan apa yang berada di antara dua paha, dan bagi siapa saja yang menjamin akan keduanya mendapat ganjaran surga. Yang berada di antara dua bibir yaitu mulut, sedangkan yang berada di antara dua paha yaitu kemaluan kita. Bahaya besar yang dapat ditimbulkan oleh mulut diantaranya yaitu ;

Sssttt… Awas Ada Ghibah dalam Obrolanmu

Siang itu sesudah jam pelajaran di sekolah. Seperti biasa sebelum pulang ke rumah saya dan kawan-kawan asyik berbincang-bincang terlebih dahulu. Ini adalah pekerjaan rutin yang terkadang bisa menghabiskan waktu ber jam-jam. Banyak hal yang menjadi bahan obrolan kami waktu itu. Dari mulai prediksi soal hasil pertandingan sepakbola, tugas sekolah, hingga tentang pribadi seseorang yang memang asyik menjadi perbincangan, terutama mengenai kekurangan orang tersebut. Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, seorang teman yang memang dikenal cukup religius menegur, “sssttt… awas tuh ghibah.”

Apa sih yang dimaksud dengan ghibah itu? Ghibah atau yang biasa disebut dengan menggunjing ialah kalo kamu membicarakan saudaramu, teman or siapa saja beserta apa-apa yang ada padanya dan yang tidak ia sukai, dari belakangnya dan didepan umum bukan di depannya langsung, walaupun hal itu benar. Dalam sebuah hadits Abu Hurairah meriwayatkan,

“Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian apa yang dinamakan dengan ghibah?” para sahabat menjawab,”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Rasulullah bersabda,”Ghibah adalah kalian menyebut sesutu tentang saudara kalian, yang apabila ia mendengarnya ia sangat membencinya.” Ada seorang bertanya,” Bagaimana jika yang dikatakan itu benar adanya?” Beliau menjawab,”Jika engkau menceritakan apa yang ada padanya, itulah Ghibah. Jika engkau menceritakan apa-apa yang tidak ada padanya, maka itu adalah Buhtaan (Fitnah).” (HR. Muslim).

Nah, menurut Imam Hasan Al Bashri, ghibah itu memiliki tiga kategori. Tiga kategori itu adalah Al Ghibah, Al Ifki, dan Al Buhtaan. Al Ghibah adalah ketika seseorang menceritakan sesuatu yang ada pada orang lain, sementara dia tidak menyukainya. Al Ifki itu, menceritakan suatu berita tentang seseorang, dimana ia tidak pernah memberitakan hal itu sebelumnya kepadamu. Sedangkan Al Buhtaan, adalah menceritakan apa-apa yang tidak ada pada diri seseorang.

Pasti kamu pernah mengalami bagaimana rasanya diomongin oleh temanmu, padahal bisa jadi apa yang jadi omongan temanmu itu jauh dari yang kamu perbuat atau bisa jadi malah kamu yang membicarakan temanmu itu. Ya jangan cemberut gitu dong bos... Sebab, sebagai manusia pasti kita pernah mengalami semua itu baik terkadang sengaja atau tidak.

Banyak hal yang bisa menimbulkan ghibah, bisa karena seseorang iri dengan temannya, adanya persaingan dalam memperebutkan nilai atau suatu posisi penting, atau bisa juga karena tidak suka dengan gaya seseorang. Memang sih kebanyakan bermula dari hal-hal yang sepele.

Padahal Islam sangat melarang perbuatan ghibah mengghibah. Bahkan, dalam sebuah ayat Allah Swt. memberikan persamaan orang yang suka menggunjing dengan orang yang suka memakan daging saudaranya sendiri, ihhhh…. Serem yaa kayak kanibal gitu loh.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain) dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat 12)

Oh ya, dalam ayat di atas kalo kamu perhatikan ternyata ada hubungan antara prasangka, ghibah dan mencari kesalahan orang lain. Para ulama telah menjelaskan tentang kemesraan tiga faktor tersebut. Biasanya, kita manusia suka mengartikan apa aja yang kita lihat atau kita dengar dengan berprasangka, terutama apa yang terjadi pada manusia yang lain. Misal, bila teman kamu ada yang sedang berubah mimik mukanya menjadi sedih padahal biasanya ceria. Sebelum kamu bertanya kepadanya apa yang terjadi biasanya akan coba menebak-nebak apa gerangan yang sedang terjadi pada dirinya. Setelah itu kamu membicarakan hal itu kepada teman kamu yang lainnya tanpa sepengetahuannya. Nah, jadilah ini faktor yang kedua yaitu ghibah. Lalu setelah itu kamu dan temanmu mulai mencari-cari kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Begitulah Allah menyatukan ketiga faktor tersebut dalam satu ayat.

Sahabat yang baik adalah sahabat yang mampu menjaga kehormatan temannya dari mulutnya. Seperti banyak orang bijak bilang, “lidah itu lebih tajam dari pedang”. Berapa banyak coba kalo kamu perhatikan persahabatan yang telah dijalin lama selama bertahun-tahun pecah hanya dalam beberapa menit karena disebabkan oleh kata-kata yang menyakitkan. Kalo dalam ilmu komunikasi dijelaskan bahwa kekecewaan yang diakibatkan oleh perkataan yang tidak mengenakkan itu biasanya berbekas lebih lama bila dibandingkan dengan kekecewaan karena tindakan.

Biasanya, percakapan antar teman yang tidak terkendali dan ngelantur bisa menyebabkan munculnya pergunjingan, fitnah, serta kebohongan-kebohongan. Apalagi kita para remaja biasanya kalo sedang kongkow maka apa saja akan menjadi bahan pembicaraan dari mulai yang serius sampai sampai yang sekedar gosip. Bahkan jika ada orang lewat yang tidak kita kenal sebelumnya pun akan menjadi obyek obrolan kita tersebut jika memang udah kehabisan bahan obrolan. Makanya Rasulullah mengingatkan tatkala obrolan itu telah ngelantur dan tak terkendali, sebaiknya cepat-cepat dialihkan pada dzikir kepada Allah.

Sekedar informasi bahwa saat ini para ahli pendidikan anak menemukan sebuah fakta bahwa apa yang didengar ketika si anak masih bayi biasanya akan ikut mempengaruhi kehidupannya ke depan. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada umatnya bahwa bayi yang baru lahir lebih baik didengarkan adzan terlebih dahulu sebelum didengarkan kalimat-kalimat yang lainnya.

Saat ini disekitar kita banyak sekali media yang melegalkan ghibah atau perilaku menggunjing, baik yang cetak maupun yang elektronik. Lihat aja acara infotainment yang saat ini sangat marak beredar ditelevisi kita. Bagaimana jika kamu lihat dalam acara itu sangat asyik sekali mereka membongkar kehidupan selebritis sampai dalam permasalahan pribadinya sekalipun yang memang notabene tidak ada hubungannya dengan profesi si selebritis tersebut gak lupa dengan embel-embel fakta demi mengungkap kebenaran. Yang saya tidak habis berpikir bagaimana jika si wartawan mengalami masalah serupa, mau gak ya ia diperlakukan seperti para selebritis tersebut?
Tetapi, walau begitu ada juga loh ghibah yang dibolehkan. Dalam bukunya Fikih Bertetangga, DR. Abdurrahman Al- Baghdadi mengutip Imam Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin menjelaskan setidaknya ada enam hal dalam masalah apa saja ghibah itu diperbolehkan, yaitu:

1. Ghibah dalam hal penganiayaan (kezaliman). Bila kita di dzalimi oleh orang lain kita boleh mengadukan hal tersebut kepada orang yang memiliki kekuasaan. Kita boleh mengatakan sesuatu yang dibenci oleh si penganiaya kepada penguasa, misalnya dengan mengatakan, “Si A telah menganiaya saya demikian dan demikian.”

2. Ghibah dalam hal meminta pertolongan kepada orang lain agar ia mau melenyapkan kemungkaran dan memperingatkan dengan keras orang yang berbuat maksiat. Misalnya kamu melihat lokasi perjudian di daerahmu lalu kamu melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwenang untuk menghilangkan lokasi perjudia tersebut dan menunjukkan para pelakunya.

3. Ghibah dalam meminta saran dan nasehat. Kamu boleh menggibah orang lain untuk memberikan saran dan nasehat, misalnya, kamu mengatakan, “Saya telah diperlakukan begini dan begitu oleh orang tua, saudara dan sahabat saya, lantas bagaimana sebaiknya.” Contoh lainnya adalah ketika kamu meminta fatwa kepada seorang ulama ketika kamu merasa dizhalimi seseorang.

4. Ghibah dalam rangka memberikan nasehat kepada kaum muslimin agar tidak terjerumus ke dalam kejahatan.

5. Ghibah dalam rangka menegur dengan terus terang pelaku kemungkaran, seperti kepada peminum minuman keras, perampok, penipu dan sebagainya. Kamu boleh berterus terang menegur tindakannya yang tidak benar itu.

6. Ghibah dalam rangka memberikan pengertian, atau kejelasan. Misalnya, ada orang yang dikenal dengan sebutan ‘si buta’, ‘si pincang’, ‘si pendek’ dan sebagainya. Contoh ketika kita bertanya tentang seseorang tetapi orang yang ditanya itu tidak tahu dengan orang yang kita tanya tersebut, lalu kita menyebutkan kriteria orang yang dimaksud seperti orang yang berkulit hitam. Tetapi bila penyebutan gelar itu ditujukan untuk menghinakan dan mengejeknya, maka itu diharamkan.

Nah, gimana sekarang kamu sudah tahukan mana ghibah yang boleh dan tidak? Kemudian sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana caranya atau tips apabila kita ingin menghilangkan kebiasaan berghibah ria itu? OK sekarang gini, yang biasanya menjadi bahan ghibah di antara kita itu kan kekurangan ataupun kejelekan yang terpadat pada orang lain. Kalo emang benar gitu berarti caranya pun mudah. Marilah mulai sekarang juga kamu sibukkan dirimu dengan mencari kesalahan atau kekurangan yang ada pada dirimu sendiri, bagus-bagus kalo kamu tidak berhenti hanya sekedar mencari kekurangan dirimu aja tetapi juga dengan niat untuk memperbaikinya sekaligus. Kalo sudah begini kamu tetap gak bisa menghilangkan kebiasaan menggunjingmu, yaa gak ada salahnya kamu bicarakan kekurangan dan kesalahan dirimu sendiri.

Rasulullah saw, telah memberika satu rumus kepada kita agar terhindar dari bahaya mulut ini. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah mengatakan yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Muslim). Ya, berkata yang atau diam. Gak pantas hanya untuk mencari perhatian kita ngomongin orang kesana kemari or agar dibilang sebagai anak gaul kita asyik aja mengumbar kata-kata tak berguna dari mulur kita.

Selain itu bila kita menggunjing orang lain, maka akan mendatangkan kemurkaan dari Allah Swt. Lalu kebaikanmu akan berpindah ke diri orang yang kamu gunjingkan tersebut. Celakanya bila kamu gak ada kebaikan, maka kejahatan orang yang kamu gunjing akan berpindah kepadamu. Makanya sekarang pikir-pikir deh kalo kamu mau menggunjing terhadap orang lain.

Amalmu akan Hilang karena Mulutmu
Suatu ketika kesabaran Abu Bakar Ash-Shiddiq benar-benar diuji. Bagaimana enggak, seorang yang selama ini kehidupan sehari-harinya selalu ditanggungnya, ikut-ikutan menyebarkan berita bohong seputar isu yang menyebutkan bahwa, Aisyah, putrid kesayangannya dan juga istri Rasulullah saw, berbuat tidak senonoh dengan laki-laki lain.

Akhirnya Abu Bakar mengancam dengan berkata, “Aku tidak akan memberikan kebutuhan hidup Mastha’ lagi!”. Walaupun kemudian Abu Bakar mencabut ancamannya dan memilih untuk memaafkannya. Tetapi, peristiwa ini mengajarkan kepada kita bahwa susah untuk tidak mengungkit bantuan yang kita berikan kepada orang lain.
Nah, terkait dengan perilaku sebut-menyebut pemberian ini Allah swt dalam Al-Qur’an berfirman

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu sitimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah 264)

Selain itu Rasulullah saw pun bersabda,
“ Ada tiga kelompok manusia yang kelak diakhirat, Allah tidak akan berbicara kepada mereka, Allah tidak akan melihat mereka, Allah tidak akan mengampuni dosa mereka, dan bagi mereka siksaan yang amat pedih.” Rasulullah mengulangi sabdanya sampai tiga kali. Abu Dzar berkata, “Betapa kecewa dan meruginya mereka. Siapakan mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu, orang yang memanjangkan kainnya (isbal), orang yang suka menyebut pemberiannya, dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim)

Makanya, kalo kita-kita beramal baik itu kecil maupun besar diusahakan jangan sampai orang lain tahu akan perbuatan kita, apalagi kalo orang lain itu tahunya dari diri kita sendiri. Sebab, sayang loh kalo amal yang telah kita lakukan ternyata gak berdampak apa-apa.
Rasanya memang berat, untuk tidak dapat menyebut-nyebut segala pemberian yang telah kita berikan. Tetapi seberat apa pun tantangan dan cobaan yang ada harus kita hadapi kalo tidak mau masuk dalam golongan manusia yang nantinya tidak akan ditegur dan disapa oleh Allah Swt.

Jujur dong...
Satu hal lagi yang juga merupakan penyakit mulut atau lisan kita adalah sulitnya untuk berkata jujur. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah Saw. sudah mewanti-wanti umatnya untuk menjaga lisannya dari berkata bohong dan dusta.

“Barangsiapa yang dapat menjamin kepadaku apa yang ada diantara dua janggutnya dan dua kakinya maka aku jamin ia masuk surga.” (HR. Bukhari-Muslim)

“Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan itu mengantarkan ke surga. Seseorang bersikap jujur sehingga Allah menetapkannya sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu mengantarkan kepada perbuatan dosa dan perbuatan dosa itu mengantarkan kepada neraka. Seseorang bersikap dusta sehingga Allah menetapkannya sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tuh, coba deh kamu simak dan renungkan kedua hadits diatas. Ya, Rasulullah telah menjelaskan bahwa siapa saja yang jujur maka ia akan masuk surga bahkan masuk surganya itu mendapat jaminan yang mutlak dari beliau.
Tidak ada lagi tokoh atau manusia di dunia ini yang berhak kita contoh dan teladani perilakunya selain Muhammad Saw. Beliau sangat terkenal kejujurannya bahkan sebelum ia diangkat menjadi rasul pun kejujurannya telah terkenal seantero kota Mekkah, tidak hanya di kala serius beliau berlaku jujur tetapi juga di kala dalam kondisi yang cair.

Satu kisah bagaimana dalam situasi bercanda, Rasulullah tetap menjaga kejujurannya dapat kita lihat dalam kisah berikut. Suatu ketika Rasulullah dihampiri seorang perempuan tua yang terkenal dengan amal salihnya dan wajar apabila ia mengharapkan surga. Untuk mengetahui hal itu ia bertanya kepada Rasulullah apakah dirinya akan berada di surga. Tetapi apa kata Rasulullah, “Nenek-nenek tidak ada disurga.”
Perempuan tua itu pun menangis menundukkan kepalanya, ia merasakan kekecewaan yang begitu dalam. Buliran air mata pun mengalir. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama ketika ia melihat wajah Rasulullah yang mengeluarkan senyum. Senyum Rasulullah terlihat mengembang melihat perempuan tua itu. Beliau pun segera menjelaskan bahwa nanti di surga memang tidak ada nenek-nenek. Semua penghuni surga dengan seizin-Nya menjadi muda kembali. Akhirnya tangis nenek itu pun berubah menjadi senyum ceria.
Kisah tersebut menjadi bukti walau dalam kondisi apapun Rasulullah tetap menjaga kejujurannya. Ia tidak akan rela kehilangan kejujurannya walau hanya sedikit waktu dan nanti akan dibetulkannya kembali. Hal ini disebabkan karena kejujuran itu akan mengantarkan manusia masuk surga. Sebagaimana sabdanya,

“Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan itu mengantarkan ke surga. Seseorang bersikap jujur sehingga Allah menetapkannya sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu mengantarkan kepada perbuatan dosa dan perbuatan dosa itu mengantarkan kepada neraka. Seseorang bersikap dusta sehingga Allah menetapkannya sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oh ya, jujur itu tidak hanya satu macam saja, makanya keliru besar kalo ada orang yang mengatakan bahwa jujur itu hanya di lisan saja. Tetapi sebenarnya jujur itu ada dalam ucapan, perbuatan dan segenap keadaan. Imam Ibnul Qayyim berkata, “Orang yang jujur adalah orang yang segala urusannya adalah kejujuran, baik dalam ucapan, perbuatan dan keadaannya.”
Kalo begitu, yuk sekarang kita rinci tiga jenis kejujuran yang dimaksudkan oleh Imam Ibnul Qayyim tersebut.
Pertama, Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang muslim untuk menjaga lisannya, dan tidak berbicara kecuali dengan jujur dan benar. Karena Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban atas ucapan lisan, sebagaimana firman-Nya.

“Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (QS. An-Nur: 24)

Makanya sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk berusaha sekuat tenaga dan kemampuan yang ada untuk berusaha menjaga kejujuran dalam lisan ini, walau apapun kondisinya. Yang masuk dalam kategori ini adalah jujur dalam menyampaikan berita dan juga menepati janji yang diucapkan
Kedua, jujur dalam perbuatan. Yang dimaksud dengan ini adalah kesesuaian antara yang terlihat dengan yang tersembunyi. Atau dengan bahasa betawinya “ape yang elu kerjain pas ame yang elu ucapin.” Ini nih biasanya yang agak sulit untuk dikerjakan. Tak jarang banyak orang yang tertipu ama ini perkara. Selayaknyalah kita bercontoh pada Hasan al-Bashri seorang tokoh Tabiin besar (yang dimaksud dengan Tabiin adalah orang yang hidup pada jaman sahabat). Seorang sahabatnya pernah berkata,
“Apabila beliau memerintahkan manusia dengan sesuatu, maka dia adalah orang yang paling giat dalam melaksanakannya. Dan apabila beliau melarang manusia dari sesuatu. Maka dia adalah orang yang paling menjauhinya. Dan aku tidak pernah melihat seseorang yang paling sama antara yang tersembunyi dengan yang tampak melebihi dia.”
Ketiga, jujur dalam segala keadaan. Tingkatan jujur yang satu ini mungkin adalah tingkatan jujur yang tersulit. Yang termasuk ke dalam bagian ini adalah jujur dalam niat yang ikhlas dan dalam rasa takut, dalam bertaubat, pengharapan, zuhud, cinta tawakal, de el el. Pada dasarnya segala amalan hati bermuara dalam kejujuran, sehingga kapan saja seorang hamba jujur dalam seluruh kondisi tersebut, maka dia akan terangkat dan tinggi kedudukannya di sisi Allah Swt.


0 komentar: