Pages

Rabu, 01 April 2009

Bohong

Entah untuk yang keberapa kali saya memutar film Shattered glass. Dan serasa tak ada bosannya kali inipun saya kembali menontonnya. Film ini memang bukan film action yang selalu menampilkan ketegangan dalam setiap adegannya. Film ini juga bukan film drama romantis yang akan membuat penontonnya menitikkan air mata. Jadi, bagi kedua penggemar film tersebut kayaknya dijamin gak bakalan betah duduk berlama-lama.



Film ini hanya sebuah film drama yang mengisahkan tentang seorang wartawan muda berbakat bernama Stephen Glass. Ia seorang wartawan di tabloid terkemuka di Amerika Serikat The New Republic. Tabloid ini walau tidak bertiras besar layaknya the Washington postatau he New York Times. Namun, tabloid ini menjadi kepercayaan sebagai tabloid yang boleh masuk ke dalam pesawat kepresidenan AS. Air Force One.

Stephen Glass dikisahkan sebagai seorang wartawan muda yang memiliki bakat cemerlang. Hal ini terlihat bagaimana dengan kemudaan usianya tersebut ia mampu menembus sebagai seorang wartawan dalam The New Republic. Banyak artikel yang ditulisnya mampu membuat pembacanya terhenyak. Ya, Stephen Glass mampu melihat celah-celah yang tidak dilihat oleh wartawan lain untuk kemudian ditulis sebagai sebuah artikel yang bagus.

Tetapi siapa yang sangka, ternyata banyak artikel yang dibuatnya merupakan saduran dari karya sebelumnya bahkan tak jarang artikel tersebut hanya lahir melalui rekaannya saja atau dengan kata lain itu karya fiksi. Sesuatu yang sangat tabu bagi wartawan dimana saja, yang harus selalu menyandarkan berita yang dibuatnya berdasar sebuah fakta. Walau memang ada investigasi yang dilakukannya tetapi apa yang kemudian ditulisnya sangat jauh dengan fakta yang ada.

Awalnya ia bisa menutupi hal tersebut dari rekan-rekannya apalagi pembacanya. Tetapi layaknya pepatah, “sepandai-pandai tupai melompat maka akan jatuh juga”. Maka begitulah Stephen Glass. Ketika ia menurunkan artikel tentang dunia Hacker. Seorang wartawan dari majalah computer terkemuka curiga dengan apa yang ditulis oleh wartawan muda tersebut. Ia merasa ada yang ganjil dengan data-data dan fakta yang dipaparkan oleh Glass.

Maka iapun melakukan investigasi untuk melihat apakah cerita yang diungkapkan oleh Stephen Glass tersebut benar-benar sesuatu yang nyata. Ternyata apa yang dicurigainya benar. Kisah dalam artikel itu seratus persen fiktif, semua kisah dalam tulisan tersebut hanyalah merupakan khayalan Glass semata. Maka jatuh dan hancurlah karier Stephen Glass. Ia harus rela melepaskan kariernya di The New Republic.

Ya, seorang wartawan muda yang potensial harus merelakan kariernya yang sedang menanjak akibat suatu sifat yang selalu melekati manusia bohong. Suatu sifat yang seharusnya kita lawan dan enyahkan jauh-jauh tetapi banyak mereka yang menyukainya. Bahkan tak jarang dunia usaha sekarang memakainya untuk menaikkan angka penjualan produksi mereka.

Saat menyaksikan film ini, saya langsung teringat dengan pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah saw. Suatu ketika, Safwan bin Sulaim bertanya kepada Rasulullah saw, “Adakah seorang mukmin itu penakut?” beliau menjawab, “ya” kemudian ditanyakan lagi, “Adakah seorang mukmin itu bakhil?” beliau menjawab, “ya” lalu, Safwan kembali bertanya, “Adakah seorang mukmin itu pembohong?” dengan tegas Rasulullah saw menjawab, “tidak”

Ya, terkadang ada kalanya seorang mukmin itu menjadi penakut. Begitu pula adakalanya seorang mukmin itu menjadi penakut. Tetapi, Rasulullah saw menggaransi bahwa seorang mukmin itu tidak boleh menjadi seorang pembohong. Apapun kondisi dan situasinya.

Begitulah Rasulullah saw mengajarkan kita. Bahkan disaat bercandanya saja pun beliau tidak mentolerir suatu kebohongan boleh dilakukan. Bagaimana dikisahkan suatu ketika seorang perempuan tua bertanya kepadanya, “Ya, Rasulullah, doakan agar aku kelak masuk surga bersamamu” lalu beliau menjawab, “Di surga tidak ada nenek-nenek” mendengar hal ini sang nenek terdiam. Ya, kalo gak ada nenek-nenek disurga maka dimana kelak ia akan berada, mungkin begitu yang ada dibenaknya. Namun, sebelum sang nenek menitikkan air matanya, Rasulullah saw menjelaskan bahwa penghuni surga nanti akan menjadi muda. Begitupula dengan sang nenek yang insya Allah akan masuk dalam surga dan kembali menjadi muda. Maka terkembanglah senyum dari muka sang nenek.

Begitu pula dalam kondisi perang sekalipun. Kondisi yang biasanya bohong dan tipu daya dijadikan taktik dan strategi. Namun, Rasulullah saw memperintahkan para sahabat dan pasukan muslimnya untuk selalu memegang kejujuran yang dengannya pertolongan Allah swt akan selalu hadir. Sesuatu yang sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh George W. Bush. Dengan kebohongan ia menjustifikasi tindakannya untuk melakukan penyerangan terhadap Irak dan Afghanistan.

Tetapi apa yang terjadi hari ini begitu ironis dengan apa yang digariskan oleh Rasulullah saw. Mayoritas muslim telah menjadikan kebohongan itu bukan sesuatu yang tabu lagi. Kebohongan kini seakan-akan suatu sifat yang wajar. Bahkan tak jarang ada yang menjadikan sifat ini untuk mencari penghasilan hidupnya. Seorang kawan pernah bercerita bahwa teman satu kantornya yang mencapai sukses bercerita kepadanya, kalo mau berhasil dan sukses seperti dirinya maka sifat munafik harus melekat pada diri anda. Ada seorang suami yang tanpa malu-malu berselingkuh dengan wanita lain begitu juga dengan sang istri yang berselingkuh dengan pria lain.

Ya, bohong kini telah menjadi budaya yang tidak aneh dan tidak asing lagi. Ia telah berubah dari sesuatu yang tabu menjadi sesuatu yang seakan-akan menjadi baik. Semua orang melegalkannya. Mulai dari lingkungan negara, kantor, masyarakat hingga di lingkuangan terkecil keluargapun kebohongan dianggap biasa.

Bahkan kini kebohongan pun dilegalkan dengan adanya April mop. Suatu budaya boleh berbohong dan seakan-akan bohong itu suatu kewajiban diawal bulan April. Dan budaya itupun kini coba diadopsi oleh kaum muslim. Seakan-akan mereka berkata gak apa dong kalo dalam satu hari kita boleh berbohong. Naudzubillahimindzalik

0 komentar: