Sebetulnya selain Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama ada beberapa organisasi
Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah), begitulah nama komplit gerakan ini, berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.
Tokoh sentral dibalik pendirian Al-Irsyad adalah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Awalnya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.
Nama lengkap Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Beliau lair pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan. Berasal dari keluarga yang taat beragama. Mempunyai ayah yang konon masih ada hubungan dengan Jabir Abdullah al-Anshari, nama ayahnya adalah Muhammad. Masa kecil Ahmad surkati berada dalam keluarga yang taat beragama, sehingga secara tidak langsung ia mendapatkan dasar-dasar agama dari orang tuanya. Ia didik dengan cara Islami, Ia belajar agama, membaca, menulis, menghafal al-Quran.
Ahmad Surkati terlahir di tengah keluarga yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Maka dari itu sejak kecil Ahmad Surkati ditekankan akan pentingnya pendidikan nilai-nilai keagamaan, sehingga nilai-nilai yang di tanamkan kepada anak sejak kecil akan bermanfaat bagi anak ketiak mereka bersosialisasi di sekolah dan masyarakat.
Pendidikan dalam keluarga menjadi dasar dan membentuk kepribadian inteleknya untuk terus menempuh jalur keilmuan dalam hidupnya meskipun ayahnya telah meninggal, tetapi semangat itu tidak pernah runtuh dan pudar. Semangat untuk terus menuntut ilmu tumbuh dan mendekam dalam diri Ahmad Surkati berkat didikan dan teladan yang di berikan oleh ayahnya. Bahkan sejak kecil Ahmad Surkati sering di ajak yahanya ke forum-forum majlis ilmu. Pada usia 22 tahun Ahmad Surkati menunaikan ibadah haji, kemudian menetap di Madina selama 4 tahun.
Di Madinah Ahmad Surkati belajar berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, hadis. Setelah 4 tahun berlalau Ahmad Surkati pindah ke Mekah. Ahmad Surkati berada di mekah selama 11 tahun, Amad Surkati belajar kepada seorang guru yang bernama Yusuf al-khayyat.
Fakta tersebut memperjelas bahwa Ahmad Surkati adalah seorang penuntut ilmu sejati, pantang menyerah , tidak bosan dan mempunyai daya juang tinggi. Hal ini dapat di pahami dari kegigihan dan kesabaran Ahmad Surkati dalam menuntut ilmu, baik di Mekah maupun di Madinah, di sisi lain, waktu yang digunakan juga lama. Hal ini yang memungkinkan seorang Ahmad Surkati benasr-benar ,menjadi seorang pembelajar yang tanggu dan gigih. Sehingga prestasi demi prestasi diperolehnya.
Sebagai pelajar Surkati termasuk seorang yang cerdas. Ini terbukti dari prestasi gemilangnya yang diperoleh pada tahun 1906, pada saat berumur 34 tahun, Ahmad Surkati telah memperoleh ijazah tertinggi guru agama dari pemerintah Istambul Turki, bahkan Ahmad Surkati menjadi pelajar pertama di Sudan yang memperoleh ijazah tersebut. Di Arab, Ahmad Surkati masuk empat besar sebagai pelajar berprestasi.
Syekh Ahmad Surkati tiba di Indonesia bersama dua kawannya: Syeikh Muhammad Tayyib al-Maghribi dan Syeikh Muhammad bin Abdulhamid al-Sudani. Di negeri barunya ini, Syeikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam Indonesia. Syeikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at Khair di Jakarta dan Bogor.
Sama seperti Ahmad Dahlan, Surkati, melihat banyak hal yang perlu diluruskan dalam kegiatan ibadah di masyrakat pada saat itu. Dia menyaksikan bahwa masih banyak hal-hal yang berbau takhayul, bid’ah dan khurafat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Salah satu yang dilihatnya ganjil pada saat itu adalah seputar permasalahan syafaat. Saat itu banyak masyarakat yang melakukan syafaat kepada orang-orang yang telah meninggal. Bagi syurkati permasalah ini adalah termasuk bid’ah yang tidak ada dalam ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Jalan yang ditempuh oleh syurkati juga serupa dengan apa yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Syurkati berkhidmat untuk memberikan pendidikan agar masyarakat tercerahkan. Baginya lewat pendidikanlah suatu masyarakat bisa bangkit dari keterpurukan.
Inti dari prinsip-prinsip al-Irsyad adalah untuk menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk kepada Al-Quran dan sunnah. Ketika budaya ilmiah tumbuh subur dalam masyarakat Islam maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola pikir yang berkarakter Islam dengan merujuk kepada al-Quran dan sunnah. Yang menarik dari pemikiran Ahmad Surkati adalah ketidakmauannya memaksakan budaya Arab kepada masyakat Indonesia, hal ini dibuktikan dengan prinsipnya untuk menciptakan sebuah pemahaman yang dapat diterima oleh dua komunitas Islam yaiitu Indonesia dengan Arab.
Surkati sangat terpengaruh oleh tokoh pembaharu dari Mesir, Muhammad Abduh. Itu bisa dilihat dari bagaimana Syurkati menekankan ajarannya pada tiga hal yaitu: pemurnian ajaran islam, penyusunan kembali kurikulum bagi umat islam, kemudian mempertahankan islam dari pengaruh eropa dan kristenisasi.
Dalam pandangan Ahmad Surkati manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Lebih lanjut Ahmad Surkati menyatakan bahwa kesempurnaan manusia tersebut perlu di berdayakan, pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan. Sebab dengan pendidikan potensi yang dimiliki oleh manusia dapat dimaksimalkan. Ahmad Surkati meyakini bahwa pendidikan dan pengajaran adalah kunci tercapai dan terciptanya kemajuan peradaban manusia.
0 komentar:
Posting Komentar