Pages

Rabu, 10 Juni 2009

Islam dan Demokrasi

Masalah anatar Islam dan demokrasi adalah masalah lama yang telah menjadi bahan penelitian para ilmuwan di Barat. Huntingthon pernah menulis buku tentang gelombang demokrasi di negara ketiga. Dalam bukunya tersebut Huntingthon menulis bahwa salah satu hambatan dari perkembangan demokrasi datang dari dunia Islam.
Tetapi benarkah apa yang ditesiskan oleh Huntingthon? Sebelum menjawab hal itu mari kita lihat fakta-fakta berikut.




Aljazair, awal tahun 1990-an
Chaldi Benjedid, Preseiden Aljazair pada waktu itu melakukan reformasi politik dan membuka peluang bagi rakyat Aljazair untuk mendirikan partai-partai politik. Melihat peluang ini para aktivis Islam disana segera merespon dengan positif. Maka didirikanlah sebuah partai Islam yang bernama Front Islamique du salut atau yang biasa disingkat dengan FIS.

FIS didirikan oleh duet Abbasi Madani dan Ali Belhadj. Madani seorang doctor sosiologi lulusan sebuah universitas di Inggris sedang Ali Belhadj ialah seorang ulama. Dengan duet ini FIS begitu menjanjikan di mata masyrakat Aljazair terutama mereka yang berada di lapisan bawah. Seblum menjadi partai politik para aktivis Islam ini melakukan gerakan bawah tanah melalui masji ke masjid dan rumah ke rumah.
Walau di awalnya para aktivis FIS ragu-ragu untuk membuat sebuah partai politik. Tetapi akhirnya mereka sepakat untuk menempuh jalur yang legal dan konstitusional. Sebab keraguan itu memang wajar. Karena sebelumnya di Aljazair politik hanya dijadikan sebauah pertarungan para elit politik untuk merebut kekuasaan dan memperkaya diri sendiri.

Tetapi keraguan itu sirna dan termentahkan, ketika pemilu lokal di gelar FIS mendapat sebuah kejutan yang menggembirakan. Tak disangka masyrakat yang memilih partai tersebut begitu melimpah bahkan dari 1500 daerah pemilihan pada pemilu local ini FIS berhasil memenangi di 825 daerah pemilihan. Sebuah rekor yang fantastis untuk sebuah kekuatan baru.

Kemenangan itu tidak berhenti sampai disana ketika pemilu nasional putaran pertama digelar, 26 Desember 1991, FIS kembali unggul dengan 48 % suara. Perolehan ini mengalahkan partai yang sejak Aljazair merdeka selalu menjadi pemenang, Front Penyelamtan Nasional (FLN). Dimata masyarakat FLN telah dianggap gagal dengan konsep sosialismenya yang hanya bagus ditataran teori saja.

Tetapi kemengan yang diproleh oleh FIS melalui jalur yang legal dan konstitusional melalui pemilu yang berlangsung demokratis dan bersih ini bukan mendapat sambutan yang hangat dari para Negara barat malh sebaliknya mereka khawatir dengan kemenangan ini. Negara Barat dalam hal ini masih trauma dengan revolusi Iran yang terjadi pada tahun 1979. sebab dimata Barat FIS dianggap sebagai partai Islam yang fundamentalis.
Akhirnya karena tidak tahan mendapat tekanan dari Negara barat yang menginginkan pembatalan pemilu maka presiden Benjedid pun mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Konstitusi, tetapi kemudian pihak militer mengambil alih kekuasaan (kudeta). Lalu keluarlah keputusan yang kontrovrsial, pembatla hasi pemilu dan penundaan pemilu putaran kedua untuk menjegal kemenganan FIS.

Mendengar keputusan ini para aktivis FIS pun menggelar unjuk rasa besar-besaran, bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparata keamanan pun tudak dapat dihindari. Dengan kondisi ini rezim yang berkuasa mulai menangkapi para aktivis dan pimpinan FIS.

Palestina, awal 2006
Seperti telah diduga sebelumnya akhirnya gerakan Islam HAMAS, Palestina. Berhasil memenangi pemilu yang digelar di Negara tersebut. Walau kemengan ini telah diduda sebelumnya, tetapi perolehan kursinya sangat mencengankan para analis politik dan dunia internasional. Dari 134 kursi yang diperebutkan HAMAS berhsil memperolah sebanyak 74 kursi jauh meninggalkan pesaianh terbratnya FATAH yang hanya memperoleh 45 kursi.

Mungkin inilah kado spesial didunia politik yang diberikan oleh bangsa Palestina kepada dunia. Dunia pun terhenyak oleh fenomena ini. Walau sekali lagi hal ini telah banyak diprediksikan sebelumnya oleh para pengamat namun lagi-lagi hasil yang terjadi mampun menyentakkan hati dan membelalakkan mata.

Kemenangan HAMAS dalam pemilu Palestina ini, bisa dibilang merupakan sebuah awal baru dalam sejarah perjuangan gerakan Islam tersebut. Sebelumnya HAMAS dikenal tidak hanya melalui gerkan bersenjatanya tetapi juga sejumlah aktivitas social dan pendidikan yang diberikan secara langsung kepada masyrakat Palestina secara langsung dan tanpa pamrih. Selain itu para pemimpinnya juga dikenal akan kejujurannya dan dekat dengan masyarakat bawah.

Tetapi pertanyaannya, akankah kemenangan yang diperoleh melalui jalur legal dan konstitusional ini akan dibiarkan saja oleh mereka yang memang mengalami Islamophobia? Memang masih terlalu awal untuk mencapai pada kesimpulan kesana tetapi bila melihat dari perkembangan yang terjadi belakangan ini. Arah-arah kesana mulai kelihatan.

Sebelum pemilu dimulai Amerika Serikat ditengarai membantu keunagan FATAH yang akan digunakan sebagai dana kampanya dan pembuatan iklan yang bertujuan untuk menjatuhkan citra HAMAS di mata masyarakat Palestina.

Kemudian yang terparah dan yang dianggap oleh banyak pengamat akan menghambat pemerintahan HAMAS ialah ketika Israel dan Amerika sepakat untuk menghentikan bantuan ekonomi kepada otoritas Palestina. Sebagaimana diketahui Israel setia tahunnya harus memberikan bea cukai kepada pemerintah Palestina.

Sedang pihak Uni Eropa juga memberika ancaman serupa, menarik bantuan yang dialirkannya kepada palestina pasca pemilu. Kecuali jika Palestina mampu memenuhi berbagai syarat berikut. Pertama, harus menghapus sayap militer mereka dan menghentikan perjuangan bersenjata. Kedua, mereka harus membatalkan program menghancurkan Israel dan mengakuinya sebgai negara yang sah.

Fakta diatas menunjukkan kepada kita bahwasanya Islam itu tidak anti dengan demokrasi. Walau memang demokrsi itu tidak semuanya cocok dengan Islam, terutama jargonnya yang berbunyi “Vox Populi Vox Dei” yang berarti suara rakyat itu suara tuhan. Karena logikanya apa yang dimaui rakyat banyak itu sejalur dengan yang dimaui tuhan. Jadi kalo rakyat setuju dengan prostitusi dan pornografi maka tuhan juga setuju dengan itu. Nah, inilah yang jelas-jelas kita tolak dari apa yang dinamakan dengan demokrasi.

Namun, dari kedua contoh diatas kita bisa lihat bahwa apa yang menghalangi jalannya demokrasi justru datang dari negara yang mengaku sebagai pemegang demokrasi modern. Lihat saja bagaimana pemerintahan Hamas di Palestina yang langsung diboikot padahal mereka menang dengan cara yang legal dan konstitusional.

Hamas yang jelas-jelas menang tanpa rekayasa, melalui pemilu yang dinilai oleh sejumlah pengamat sebagai pemilu yang bersih. Tetapi, mereka tidak mau mengakuinya sebagai pemenang pemilu. Bahkan, tanpa rasa malu sedikitpun negara-negara barat itu rame-rame mengkeroyok Hamas agar mau menyerahkan kuasanya.

Tetapi ada pertanyaan dari seorang teman, kan gak semuanya seperti itu buktinya pemilu di Indonesia saja gak diobok-obok oleh mereka? Memang sih pemilu di Indonesia, Afghanistan dan Irak tidak diobok-obok oleh mereka. Tetapi mata kita pasti jelas melihat bahwa pemilu di Irak dan Afganhistan itu ada sedikit rekayasa. Lalu dengan pemilu di Indonesia? Saya agak susah membayangkan bagaimana seandainya pemenang pemilu di Indonesia itu sebuah partai Islam dan mereka mencalonkan Abu Bakar Ba’asyir sebagai presidennya. Pastinya kapal-kapal induk mereka akan dengan cepat merapat di nusantara.


0 komentar: