Walau film ini bersetting perang dunia ke dua. Kita akan sangat sedikit menemukan bunyi dentuman meriam dan pertempuran tentara di medan perang. Walau tetap ada tetapi itu ditaruh oleh sang sutradara hanya sebagai bumbu pemanis dari film tersebut. Sebab, fim ini memang hanya menggambarkan bagaimana emosi Hitler dan sikap pimpinan pasukan elitenya ditengah gempuran sekutu yang sangat dahsyat.
Film ini menggambarkan bagaimana situasi dilingkungan terdekat Adolf Hitler ditengah-tengah gempuran hebat sekutu. Saat itu sekutu sudah dapat mencapai kota Berlin, yang merupakan pusat atau basis kekuasaan pemerintahan Nazi. Pada saat ini eksistensi Nazi sebagai suatu kekuatan benar-benar dipertaruhkan. Ini adalah saat dimana hanya ada dua pilihan kalah atau menang.
Tetapi disaat inilah para pengkhianat muncul. Setidaknya begitu menurut Hitler. Ditengah usaha Hitler mempertahankan kekuasaan dan nama besarnya. Bermunculan orang-orang yang berpikiran pragmatis, untuk menyerahkan kekuasaan kepada sekutu. Dan yang telaknya pemikiran itu muncul dari orang-orang terdekatnya yang selama ini sangat terkenal loyalitasnya. Baik kepada Nazi maupun kepada Hitler sendiri.
Gambaran seperti inilah yang dengan cerdas diangkat dalam film ini. Penonton benar-benar dipaksa untuk sedikit berempati kepada Adolf Hitler yang terlihat depresi dengan situasi yang ada. Ia benar-benar merasa dikhianati oleh mereka yang selama ini ia anggap loyal kepadanya. Disaat ia berusaha untuk bertarung sampai titik penghabisan, bahkan ia menolak opsi keluar dari Berlin. Orang-orang terdekatnya malah bernegoisasi dengan sekutu dan sepakat untuk mengakui kekalahan Nazi, bahkan secara tidak langsung mereka seperti menyerahkan nywa Hitler kepada sekutu.
Maaf, menulis ini bukannya saya berempati dan mendukung apa yang dilakukan oleh Nazi. Sebab, sebagai orang beragama kita tetap harus menolak apa yang telah dilakukan oleh Nazi terhadap komunitas Yahudi. Walau disatu sisi kita juga tidak suka apa yang dilakukan oleh komunitas Yahudi dengan bangsa Palestina dan Islam secara keseluruhan.
Tetapi saya hanya ingin menggambarkan bagaimana pedihnya suatu pengkhianatan. terlebih pengkhianatan itu datangnya dari mereka-mereka yang selama ini telah menjadi kepercayaan dan teman berjuang kita. Episode ini juga kembali mengingatkan saya pada kisah nabi Musa as dan Bani Israel. Betapa sayang dan cintanya nabi Musa kepada kaum ini. Hingga ia rela mengorbankan nyawanya sekalipun. Tetapi apa yang ia dapat setelah menyelamatkan bani Israel dari kekejaman Fir’aun? Apakah kaum ini mau beriman kepada Allah swt? Ternyata tidak. Mereka melakukan pengkhianatan, tidak hanya terhadap Musa as tetapi juga terhadap Allah swt.
“Dan kami selamatkan Bani Israil menyeberangi laut itu (Bagian utara dari laut merah). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap penyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah tuhan (Berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)” Musa menjawab, “Sungguh kamu orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’Raaf: 138)
Bodoh, itulah sesungguhnya sifat para pengkianat. Mereka merasa pintar dan pandai. Tetapi sejatinya mereka adalah orang-orang yang bodoh. Karena mereka tidak mau mensyukuri apa yang telah didapatkan. Lihat bagaimana bani Israil baru saja diselamatkan dari kesusahan dan kesedihan. Bukannya bersyukur mereka malah meminta untuk dibuatkan berhala sebagai tandingan Allah swt.
Hal ini semakin terlihat tatkala mereka dijanjikan sebuah tanah yang dijanjikan. Ketika mereka disuruh untuk memasukinya dengan enteng dan gampangnya mereka berkata,
Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapanpun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada didalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) disini saja” (QS. Al-Ma’idah: 24)
Episode pengkhianatan tidak berhenti sampai disana. Dimasa Rasulullah saw kita mengenal tokoh yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia merupakan tokoh dan figure pengkhianat dalam barisan muslim pasca hijrah ke Madinah. Ia tidak suka dengan kedatangan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya diproyeksikan sebagai pemimpin Madinah harus rela tergantikan oleh Rasulullah saw. yang bila kita mau jujut jelas gak ada tandinggannya dengan Abdullah bin Ubay.
Walau dimulut ia menerima kepemimpinan Rasulullah saw. tetapi di hati ia sangat membencinya. Maka mulailah dirancang langkah-langkah pengkhianatan. Ia melakukan pembelotan terhadap pasukan yang akan berangkat ke perang Uhud yang dengannya ia berharap pasukan muslim kalah dan Rasulullah saw terbunuh maka ia akan langsung menjadi pemimpin di Madinah.
Tetapi betapa kecewanya ia ketika melihat Rasulullah saw. kembali dengan selamat. Walau memang pasukan muslim kalah. Tetapi kekalahan itu bukannya diakibatkan pasukan muslim kalah dalam jumlah personel. Namun, kekalahan itu lebih disebabkan tidak patuhnya pasukan muslim terhadap strategi yang ditetapkan oleh Rasulullah saw.
Selain itu ia juga berkomplot dengan kaum Quraysi dan kaum Yahudi untuk menghabisi Rasulullah saw. ia juga membocorkan strategi kaum muslim kepada musuh-musuhnya. Tetapi sayang sekali lagi rencana-rencana itu tidak berhasil. Malah Abdullah bin Ubay harus meregang di tangan putranya sendiri.
Berhati-hatilah terhadap para pengkhianat. Karena ia tidak terlihat dan bisa jadi ia orang terdekat kita. Layaknya Gamal Abdul Nasser. Ia yang merupakan salah satu kader inti Ikhwanul Muslimin. Tetapi, dia pula yang berusaha menghancurkan gerakan Islam tersebut dari sejarah kebangkitan Islam. Bahkan, ia rela dan tega untuk mengirimkan Sayyid Quthb ke tiang gantungan. Orang yang selama revolusi merupakan sahabat dekatnya
ya, episode para pengkhaianat selalu muncul dalam setiap zaman, namun yang menambah parah adalah ketika para pengkhianat itu memiliki pembenaran sendiri terhadap yang dilakukannya. setelah caesar tewas brutsu dengan lantang berkata,
"Jika ditengah-tengah ini ada saudara, kerabat dan teman caesar maka kepada kalian aku ingin mengatakan bahwa cintaku lebih besar dan tidak kurang dari cintanya. lalu kalau kalian menanyakan kenapa akau membunuh caesar maka akau menjawab, 'bukan karena tak cinta pada caesar, tapi karena cinta pada roma. apa kalian lebih suka caesar hidup sedangkan semua kalian mati sebagai budak, atau caesar mati hingga semua dapat hdup merdeka? aku membunuhnya karena dia gila kekuasaan. ada air mata untuk cintanya,kegembiraan untuk nasib baiknya, dan kematian untuk kegilaannya pada kekuasaan."
itulah kalimat brutus yang diucapkan setelah ia membunuh caesar, orang yang selama ini sangat disayanginya....
0 komentar:
Posting Komentar