Pages

Jumat, 16 Juli 2010

Kiblat, Dahlan, Muhammadiyah

Kembali putusan fatwa MUI memancing kontroversi. kali ini mengenai arah kiblat dalam shalat. MUI merevisi fatwa sebelumnya yang menjelaskan bahwa arah kiblat dalam shalat ke arah barat bergeser ke arah barat laut. Jelas fatwa ini mengundang pro kontra dikalangan pengurus masjid tanah air.

Ada yang setuju dan mematuhi dengan alasan menghadap kiblat adalah syarat sah dalam shalat. juga ada yang masih bimbang dan ragu sambil menunggu keputusan resmi dari pemerintah dalam hal departemen agama, juga ada yang sedikit meragukan kevalidan dari fatma MUI ini.

Masalah mengenai arah kiblat bukanlah persoalan baru. dulu seorang pemuda bernama Muhammad Darwis telah mempertanyakan hal ini . Sepulangnya dari pergi haji, Darwis, yang juga mempelajari ilmu falaq dan hisab, merasa arah kiblat di masjid ghede kauman tempatnya biasa beribadah dan menjadi imam shalat tidak tepat.

Dari perhitungan yang dilakukannya ia menemukan fakta bahwa posisi pulau jawa berada di sebelah timur ka'bah, maka itu arah kiblat masjid ini seharusnya miring beberapa derajat ke arah barat laut.

Jelas di tengah budaya yang ketat dan sangat jauh dari semangat perubahan, ide ini jelas sangat ditentang oleh para ulama sepuh dan mereka yang dituakan. banyak yang protes. seorang ulama ada yang mengatakan, "maaf, soal kiblat bukan soal arah tapi soal kalbu" dan sejumlah pertanyaan lainnya.

Dengan tegas dan bijak Darwis menghancurkan logika mereka, "ya, saya tidak akan membantah pendapat itu. saya hanya ingin mengatakan satu hal, seandainya kita tidak perlu repot menentukan arah kiblat, lantas mengapa Allah menetapkan Ka'bah di Masjidil Haram sebagai kiblat bagi kita umat Muhammad Saw, tidak lagi menghadap ke masjidil Aqsha seperti sebelumnya? mengapa kita tidak shalat bebas menghadap ke arah mana saja? bukankah seluruh bumi dan isinya ini milik Allah, sehingga seharusnya memang tidak perlu ditetapkan kiblat secara khusus karena semua toh sudah pasti menghadap ke hadirat Allah juga? jadi, mengapa selama ini kita mengajarkan kepada para santri dan masyarakat bahwa shalat harus menghadap kiblat?" *

sebuah jawaban lugas yang membuat para ulama lainnya hanya terdiam sambil sedikit menganggukkan kepala. walau usulan itu masih belum diakui dan malah membuat Darwis digolongkan dan dicap kiai kafir (walau tidak secara tegas)

meski begitu Muhammad Darwis tidak mengalah dan menyerah. Ia terus berusaha dan menyadarkan umat agar bisa beribadah lebih baik. Tekad itu terus dilakukan hingga semangat perubahan yang dilakukan bisa diterima msyarakat Jogja yang kemudian terhimpun dalam sebuah lembaga yang bernama Muhammadiyah.

Ya, Muhammad Darwis tidak lain adalah nama asli K.H Ahmad Dahlan yang tidak lain pendiri gerakan tajdid Muhammadiyah.

*sumber : Novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

(ngeblog via moto Q9h)

0 komentar: