Pages

Selasa, 01 Desember 2009

Aturan yang membunuh

“Gak bisa mas! Perempuan ini hamil di luar nikah jadi kami tidak bisa memberikan bantuan, ini sudah peraturan pemerintah!” kalimat ini yang saya dapat dari petugas Rumah Sakit ketika membantu seorang perempuan paruh baya menghadapi operasi Caesar kelahiran anak keduanya


“Jadi anaknya ini harus di apakan bu? Apakah dibiarkan mati saja?” argumen saya singkat, yang kemudian dilanjutkan oleh ibu petugas rumah sakit sambil membeberkan aturan-aturan perijinan bantuan untuk mereka yang tidak mampu.

Saat sang ibu petugas rumah sakit berbicara pikiran saya sudah tidak disana. Pikiran saya sudah terbang ke sebuah buku yang berkisah TELADAN TARBIYAH terbitan Aulia Press

Dalam buku itu mengisahkan tentang kisah seorang wanita dari bani ghomidiyah
wanita ini telah hamil karena zina dan merasa berdosa. dia mendatangi Rasul juga, meminta di rajam. untuk ke dua kalinya ia bertemu rasul ia berkata

“Ya Rasul lihatlah, aku hamil karena zina, kenapa aku kau suruh pulang sedangkan Ma’iz engkau sucikan? aku ingin membersihkan dosaku juga…”

Rasul pun mjwb ” Pulanglah, tunggu hingga bayimu lahir”
ia sangat lega dan terus menghitung hari menunggu kelahiran bayi. setelah lahir, ia segera menemui Rasul

“Ya Rasul, lihatlah aku sudah melahirkannya,sekaranghukumlah aku”

Rasul: ”Pulanglah, berilah hak bayimu dengan air susumu hingga kau menyapihnya”
setelah 2 tahun berlalu ia pun pergi menemui Rasul lagi dengan membawa bayinya yang memegang roti kering di salah satu tanganya.

“Ya Rasul lihatlah anak ku sudah bisa makan sendiri, jadi tolong sucikan aku”
kemudian Rasul megambil bayinya dan meminta sahabat merajamnya.

Dalam kisah ini kita menemukan Rasulullah saw, benar-benar menghargai nyawa bayi dalam kandungan. Beliau dengan kebijaksanaan dan kecermatan memandang situasi tidak langsung memberikan hukuman kepada sang wanita yang telah berzina. Beliau mempersilahkan sang wanita untuk menghadapi proses kelahiran janin yang dikandungnya, bahkan sampai sang anak terpenuhi hak-hak mendapatkan air susu sang ibu.

Berbeda dengan apa yang saya temui dari sang petugas rumah sakit dia dengan tegas mempermasalahkan sang wanita yang hamil di luar nikah. Dia tidak memandang ada kehidupan yang terancam jika sang ibu dibiarkan begitu saja. Seharusnya nyawa seorang manusia berharga penting jika dibandingkan dengan sekelumit aturan yang ada. Nyawa harus di dahulukan dibandingkan proses administratif. Hak manusia untuk hidup.

Seorang dokter bisa di ibaratkan seorang hakim dalam sebuah pengadilan. Maka dia harus pintar-pintar berimprovisasi dalam memutuskan suatu kondisi dan situasi darurat. Karena kondisi dan situasi tidak akan pernah sama dan datar-datar aja. Jadi selain kemampuan akademisi, nalar humanisme seorang dokter juga harus di kedepankan. Sehingga kedepan pelayanan terhadap keselamatan pasien menjadi patokan dan norma dalam kerjanya…

(Maaf, kalo catatannya gak asyik dibaca, di tulis di sela-sela menunggu di dinas kesehatan)


0 komentar: