Pages

Minggu, 13 Desember 2009

Media Komunikasi, Rasulullah aja Make kok kita Nggak ?

“Kuasai media maka anda akan menguasai dunia” begitu seorang ahli komunikasi berkata. Ya, sadar atau tidak sadar setuju atau tidak setuju rasanya kalimat itu saat ini benar adanya. Sebetulnya tidak pada saat ini manusia menyadari bahwa media komunikasi apapun bentuknya dari yang lisan maupun tulisan sampai yang mengunakan teknologi terkini sangat memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupannya di dunia ini.

Bagaimana kalau kita melihat sejarah manusia sebelumnya yang menggambarkan betapa pentingnya sarana komunikasi bagi kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok sosial. Sebagai contoh dalam setiap pemberontakan yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, sarana-sarana komunikasi menjadi sasaran utama yang wajib dikuasai untuk mengumumkan kekuasaan kelompok yang menang tersebut kepada masyarakat luas.



Lalu bagaimana Islam bersikap terhadap media komunikasi dalam penyebaran dakwahnya? sejak awal perkembangan Islam media sudah dirasakan sangat penting dalam penyebaran dakwahnya. Rasulullah sendiri yang merintis dakwah dengan menggunkan metode ini. Hal ini terlihat dan terbukti bagaimana Rasulullah saw mengajak beberapa raja dan kepala suku untuk masuk Islam melalui surat yang dikirim oleh kurir yang terpercaya.

Walaupun beragam penerimaaan dari para raja dan kepala suku tersebut ada yang setuju bahkan tidak banyak juga yang setuju tetapi, Rasulullah tetap melakukan dakwah dengan metode tersebut hingga sebagian besar raja-raja dan kepala suku tersebut di sekitar jazirah Arab mau menerima dan memeluk Islam.

Salah satu hal yang juga menunjukkan bagaimana Rasulullah telah melihat pentingnya media komunikasi di masa nanti adalah ketika beliau memberikan tugas kepada para tawanan perang badar untuk mengajari membaca para penduduk madinah yang memang pada saat itu tingkat buta hurufnya cukup tinggi. Sebagimana telah kita ketahui bahwa aktivitas membaca adalah sarana untuk mendapatkan ilmu dan dari membacalah seseorang itu bisa menulis.

Bahkan tidak hanya itu. Syaikh Munnir Muhammad al-Ghadban dalam buku Manhaj Haraki menulis bahwa media massa telah digunakan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya pasca hijrah. Hal ini memungkinkan karena menyampaikan informasi terhadap kabilah-kabilah tetangga merupakan salah satu target bagi masing-masing kubu, baik itu kaum muslim maupun kaum Quraysi.

Media yang dipakai pada saat itu adalah media syair. Dan sejarah Islam mencatat banyak sahabat-sahabat besar yang andal dan jago dalam bersyair. Sebut saja nama-nama seperti Hassan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik, dan Abdullah bin Rawahah. Dari mulut merekalah keluar syair-syair hebat yang menggugah jiwa. Salah astu contohnya bisa kita lihat dari syair yang diucapkan oleh Ka’ab bin Malik di Perang Badar, yang saya kutip daru buku Manhaj Haraki.

“Ketika kami hadapi mereka dan setiap mujahid dengan bersabar
Menampilkan kegagahannya lindungi sahabatnya serta jiwa
Pedang-pedang nan ringan telah dicabut dari sarungnya
Bagai tempat api unggun yang kilatan tajamnya menyilaukan matamu
Dengan pedang-pedang itu, kami hancurkan mereka, dan merekapun hancur binasa
Saat itu, orang durhaka menemui ajalnya
Abu Jahal tersungkur binasa
Utbah, kami tinggalkan ia terkapar
Syaibah dan at-Taimi, kami tinggalkan mereka di medan laga
Karena mereka kafir kepada Zat Pemilik Arsy
Kelak, mereka menjadi bahan baker neraka
Dikediamannya itu
Semua yang kafir ditempatkan di dalam Jahannam”


Metode serupa pun tidak berhenti setelah Rasulullah meninggal dunia. Langkah serupa diteruskan oleh para penggantinya. Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Anas, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas adalah sebagian diantara para sahabat yang rajin mewartakan segala aktivitas kenabian Muhammad Saw. Melalui catatan-catatan merekalah segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah, yang kemudian disebut hadits sampai kepada kita.

Selanjutnya metode mencatat dan mewartakan kepada khalayak ramai tersebut terus berlanjut dan semakin berkembang. Jurnalis-jurnalis muslim terus bermunculan dengan karya-karya yang spektakuler. Diantara mereka adalah Imam Malik, Imam syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Hanafi, Al- Ghazali, Ibnu Rushd, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha serta banyak yang lainnya. Tradisi ini terus berjalan sampai masa keemasan Islam.

Bersamaan dengan jatuhnya peradaban Islam, kepeloporan dalam bidang media jatuh ketangan Barat. Di genggaman pemilik baru ini yang memiliki peradaban materialistik, media komunikasi berkembang sangat cepat seiring dengan percepatan pembangunan dalam masa-masa revolusi industri. Namun karena watak asli peradaban barat yang bersifat jahiliyah maka media maenjadi ajang penyebaran kesesatan dan propaganda yang mengarahkan manusia kedalam jurang kerusakan. Selain itu media juga dijadikan sebagai ajang untuk menyuburkan paham kolonialisme dan penjajahan mereka atas bangsa- banagsa yang lemah.

Pada perkembangan selanjutnya memasuki abad ke 20. media komunikasi mulai bergeser paradigmanya menjadi industri yang dimanfatkan hanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal. Sejak dahulu isi media komunikasi lebih banyak berupa entertaintment yang menjdai kecenderungan hawa nafsu semata. Disamping pada saat ini terlebih setelah peristiwa 11 september 2001 media komunikasi mulai dijadikan sebagai alat propaganda yang bisa dikatakan bertujuan untuk meminggirkan dan menghancurkan peradaban Islam.

Melihat dan menyaksikan dari fenomena yang terjadi saat ini dan juga menyadari dampak dari yang ditimbulkan oleh media komunikasi. maka tidak bisa tidak kita sebagai umat Islam untuk berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan yang ada menjadikan media komunikasi ini sebagai salah satu sarana berdakwah. Selain untuk meneruskan tradisi yang telah dimulai oleh Rasulullah serta para pengikutnya terdahulu hal ini juga dilakukan untuk menyeimbangkan berita-berita negatif yang saat ini ditujukan kepada kaum muslim di seluruh dunia.

Hal ini sangat penting karena umat Islam saat ini hanya menjadi penikmat dan penonton terhadap media komunikasi. Kita hanya dijadikan obyek dari perkembangan media barat, yang isi atau pesan yang disampaikan sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Maka, marilah sekarang kita ubah paradigma kita terhadap media komunikasi agar kita tidak hanya menjadi penonton dan penikmat informasi tetapi kita yang memberikan tontonan serta tuntunan kepada masyarakat luas.


0 komentar: