Apa yang ada dalam benakmu ketika mendengar Kata NU atau Nadhlatul Ulama? Gus Dur, Pesanteran, organisasi islam terbesar di Indonesia, Kyai, Jawa Timur, PKB. Nggak salah sih memang karena apa yang telah disebutkan tadi mempunyai ikatan dengan organisasi ini. Tetapi, adakah yang tahu dengan nama Hasyim Asy’ari?
Ketika saya menanyakan nama ini, jarang yang tahu. Padahal nama ini adalah sang pendiri dari NU itu sendiri. tetapi, memang nama ini telah tenggelam dari pamor sang cucu, Gus Dur, yang dengan segala kontroversinya malah lebih melekat dengan NU itu sendiri.
Hasyim Asy’ari adalah nama seorang pria yang dilahirkan di desa Nggendang pada 24 Dzuqa’dah 1287 H atau bertepatan dengan 14 februari 1817. hehehe…. Ingat tanggal ini pasti ingat Valentine, ya gak? Hasyim Asyari memang terlahir dari keluarga ulama. Sang kakek H. Usman, terkenal sebagai ulama besar di masanya yang memiliki pesantren di Nggendang. Sedangkan orang tuanya, KH Asj’ari menjadi penerus kemahsyuran pesantren Nggendang. Ia pun tercatat sebagai keturunan kesepulah dari Prabu Brawijaya VI.
Setelah mengenyam pendidikan dasar di pesantren milik sang ayah, Hasyim meminta izin untuk menambah lebih dalam lagi ilmunya. Dengan modal dan bekal yang minim ia memulai perjalanan dari satu desa kedesa yang lain, dari satu kota ke kota yang lain, menyusuri pesantren-pesantren yang ada di pulau jawa. Hinga akhirnya ia terpikat untuk berguru kepada dengan Kyai Jakub, pengasuh pesantren siwalan Pandji Sidoarjo.
Disinilah kecerdasan intelektual Hasyim mulai terlihat. Ia pun segera menjadi santri yang menonjol. Kepintan dan kecerdasannya memikat hati sang pemilik pesantren, hingga mengangkatnya sebagai menantu. Ia dinikahkan dengan putrid Kyai Jakub. Tak lama setelah melangsungkan pernikahan Hasyim dengan sang istri dan mertuanya berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Seperti ulama-ulama lainnya, Hasyim, setelah merampungkan ibdah haji tidak langsung pulang ke kampung halamannya. Ia menetap disana untuk menuntu ilmu. Disana pula ia harus kehilang istrinya yang meninggal setelah melahirkan putranya, Abdullah. Tak cukup sampai disitu, Abdullah, sang anak juga meninggal di usianya yang baru 40 hari.
Ia pun merasa terpukul dan sedih dengan apa yang baru saja dialaminya. Maka, ia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya untuk sekedar menenagkan hati bersama keluarganya. Perlahan Hasyim mulai dapat menyusun kembali emosinya, maka tepat tiga bulan setelah kepulangannya ia kembali berangkat ke tanah suci untuk menuntu ilmu disana. Selama tujuh tahun ia berada disana dibawah bimbingan para ulama-ulama besar seperti, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syeikh Nawawi Bantani, Syeikh Mahfud at Tirmisi dan yang lainnya.
Pada saat itu pula Hasyim belajar kepada seorang ulama besar yang bernama, Syeikh Mahfud. Dengannya Hasyim mempelajari hadits Bukhari. Patut dicatat, syeikh Mahfud, merupakan generasi terakhir dari 23 ulama yang mendapatkan ijazah langsung dari Imam Bukhari. Karena kepintarannya Hasyim menjadi murid kesayangan Syeikh Mahfud.
0 komentar:
Posting Komentar