Pages

Kamis, 22 Juli 2010

KH Ahmad Dahlan

Siapa hayo yang tidak mengenal Muhammadiyah? Pastinya kita suka mendengar nama ini, baik itu sengaja maupun tidak sengaja. Yap, Muhammadiyah adalah nama sebuah organisasi massa Islam kedua terbesar di Indonesia setelah Nadhlatul Ulama. Tetapi sejauh manasih kita mengenal organisasi ini lebih dalam?


Ketika saya bertanya-tanya ke teman-teman apasih yang mereka pahami dari Muhamadiyah mereka hanya mengenal Muhammadiyah itu pada tataran fikihnya saja seperti, tidak adanya qunut dalam shalat subuh, muhammadiyah juga tidak mengenal yang namanya tahlilan ketika orang meninggal.


Memang sih nggal salah, sebab pada awalnya didirikan organisasi ini ialah untuk memberantas TBC yang saat itu sudah menggejala di Indonesia. Oh ya, TBC disini bukannya nama penyakit yang menakutkan itu loh. TBC disini adalah singkatan dari Takhayul, Bid’ah dan Khurafat. Selain itu masyarakan Indonesia saat itu masih mencampur aduk antara ajaran islam yang asli dengan tradisi budha, hindu dan aninisme.


Muhammadiyah didirikan oleh seorang ulama yang bernama KH. Ahmad Dahlan. Sebetulnya nama Ahmad Dahlan adalah nama keduanya atau bukan nama aslinya. Sebab, ketika dilahirkan pada tahun 1868 di Kauman, Yogyakarta, sang orangtua memberinya nama Ahmad Darwis. Sebagaimana umumnya anak ulama, Muhammad Darwis kecil juga menimba ilmu ke banyak kyai. Ada beberapa gurunya yang terkenal diantaranya, KH Muhammad Shaleh, KH Muhsin, KH Raden Dahlan, Kyai Mahfud, Syeik KH Ayyat. Tidak hanya ilmu agama yang dipelajarinya Muhammad Darwis juga belajar kepada Syeikh Hasan dalam ilmu mengenai pengobatan dan racun-racun binatang.


Ketika beranjak dewasa, tepatnya diusia 22 tahun Muhammad Darwis menunaikan ibadah Haji. Saat menunaikan ibadah haji inilah ia kemudian mengganti namanya dengan nama Ahmad Dahlan. Apa latar belakangya ia mengganti tidak ada sumber yang jelas. Ketika melaksanakan ibadah haji itu juga Ahmad Dahal terbuka matanya, bahwa kalo ia mau lebih pintar dan pandai dalam ilmu agama maka, ia harus belajar disana.


Pada tahun 1903 ia kembali menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya. Pada saat ini pula ia menetap selama 1,5 tahun di Mekkah untuk menuntu ilmu dengan para ulama disana. Di mekkah ia berguru kepada, syeikh Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah, serta kyai Fakih Kumambang. Disini juga ia mulai bersentuhan dengan karangan ulama-ulama besar seperti, Imam Syafii, Imam Ghazali dan Ibnu Taimiyah, yang dikemudian hari membentuk pola berpikirnya tentang perlunya memurnikan ajaran islam.


Di sini juga Ahmad Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide dari Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Kedua orang tersebut adalah tokoh pembaharu islam yang terkenal dengan ide pan-islamisme-nya. Dari mereka berdua juga Ahmad Dahlan semakin terbuka tentang cakrawala islamnya. Singkat cerita selama 1,5 tahun keberadaannya di Mekkah ia mulai menyadari bahwa untuk membangkitkan semangat dan ruh umat islam itu harus dengan pemurnian kembali ajaran islam, kekuatan ilmu melalui pendidikan serta kemandirian dalam bidang ekonomi.


Terlebih pada waktu itu di Mekkah muncul seorang tokoh yang bernama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab. Pada waktu itu tokoh ini dianggap berhasil dalam memberantas segala kegiatan yang berbau khurafat, bid’ah dan takhayul dengan melakukan lagi pembaruan dan pemurnian ajaran islam. dari sinilah Ahmad Dahlan semakin tertantang dan termotivasi untuk melakukan hal yang serupa di tanah kelahirannya.


Sesampainya di tanah air, Ahmad Dahlan mulain bekerja dan tidak ingin menyia-nyiakan waktu lagi. Pada prakteknya Ahmad Dahlan lebih dekat dengan pemahaman Muhammad Abduh yang melancarkan pembaruan lewat dakwah dan pendidikan. Sebab, menurutnya apa yang dilakukan oleh masyarakat Indoenesia pada waktu itu adalah kurangnya ilmu. Jalur pendidikan itulah yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Maka, ia mulai mendirikan madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah di rumahnya di Kauman, Yogyakarta. Oh ya, madrasah ini merupakan sekolah pertama yang dibangun dan di kelola oleh pribumi dengan sistem modern ala barat seperti menggunakan bangku, papan tulis dengan guru berdiri di depan kelas. Karena memang pada waktu itu sekolah-sekolah yang dikelola oleh pribumi menggunakan sistem sorogan dan halaqoh, dengan murid duduk melingkar dan duduk di lantai.


Metode baru ini mendapatkan kritika yang sangat tajam dari para ulama pada saat itu. Tak jarang ia mendapatkan tuduhan kafir dan antek barat. Namun, beliau tetap tidak peduli dan memilih jalan terus. Bagai pepatah, ‘Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu” ia tetap terus melaju. Muridnya bahkan semakin banyak dan terus mengalir. Bag dahlan tidak semuanya yang datang dari luar islam itu tidak baik, hal-hal yang baik boleh diambil dan diikuti selama itu juga tidak melanggar ajaran dan akidah islam.


Akhirnya pada tahun 1912 Ahmad Dahlan membuat gebrakan dengan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Pendirian ini selain untuk menjalankan misinya dalam pemurnian ajaran islam juga sebagai counter untuk melawan penjajah. Baginya kekuatan penjajah yang dapat mengalahkan islam itu karena mereka terorganisasi dengan baik. Maka dari itu untuk mengalahkannya juga dengan membuat sebuah organisasi yang baik juga. Jadi kita tidak bisa berjuang sendiri-sendiri

1 komentar:

Agus Gega Satyagraha mengatakan...

Tambahin dikit ya om hehehe
Al Imron 104, menjadi dasar didirikannya Organisasi Muhammadiyah.

Ulasan yg bagus jo :)

kata Taufik Ismail :

Baca,Baca,Baca..
Tulis, Tulis, Tulis..