Pages

Jumat, 30 Juli 2010

Masihkah Butuh Negara?

“Ah, ternyata negara tidak ada disini” ujar bapak tua itu kesal, sambil melangkah dari kantor kelurahan. Iseng ku bertanya, “loh, ini bukannya kantor pemerintahan?” lalu bapak itu menjawab kembali, “iya tapi hanya labelnya, sedang tugas sebagai negara atau pemerintah tidak ada” ujarnya sambil terus melangkah.

Tadinya ku ingin bertanya lebih detil lagi. Tapi rasanya ia terburu-buru sambil membawa beberapa berkas. Saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam antara dia dan petugas kelurahan, namun yang pasti ini sesuatu yang serius.

Emha Ainun Nadjib dalam suatu acara pernah mengatakan bahwa bila keberadaaan negara tetap membuat kita susah maka layakkah negara itu di pertahankan? Lalu ia kembali bertanya Buat apa sih ada negara? Buat apa ada pemimpin negara? Untuk memelihara dan mengatur urusan rakyatnya, kan? Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim kita temukan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” Bagi Emha kehadiran negara seharusnya membuat rakyatnya mudah dan tidak terbebani. Apa yang dikatakan oleh Emha sejalan dengan apa yang rumuskan oleh Roger F. Soltau, menurutnya Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat

sedangkan secara umum dan ini dapat kita temui di teks buku PPKN fungsi sebuah negara adalah

1. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.

3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.

4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.

Lalu, pertanyaannya sudahkah saat ini kita merasakan kehadiran negara sesuai dengan fungsinya? Apa yang dikatakan bapak tua yang saya temui di kantor kelurahan sepertinya mewakili mayoritas suara penduduk negeri ini, ya kita belum merasakan kehadiran negara dalam arti luas.

Bicara mensejahterakan serta memakmurkan rakyat sepertinya kita masih bicara dalam tatapan teori tanpa aplikasi. Saat ini sepertinya rakyat makin merasakan kesulitan dalam sisi ekonomi. Lihat saja kenaikan harga yang tidak sebanding dengan upah dan pendapatan.

Para ekonom mengatakan kenaikan harga identik dengan pajak terhadap pendapatan masyarakat yang menyebabkan pendapatan riil mereka turun.

Ketika pendapatan masyarakat tetap, sedangkan harga-harga barang meningkat. Maka, kenaikan tersebut bukan saja menyebabkan masyarakat menjadi sulit mendapatkan bahan pangan, tetapi juga menyebabkan mereka semakin sulit atau bahkan kehilangan akses untuk kebutuhan primer nonpangan, seperti kesehatan, sandang, dan pendidikan
Kegagalan negara dalam fungsi ekonominya bisa disebut dengan kegagalan penyelenggaraan negara oleh para elite. Sebab kegagalan ini bisa terjadi tatkala mereka gagal memisahkan misi dan motivasi publik dengan misi dan motif pribadi.

Sebab Ketika seorang menjadi elite negara dan tidak bisa memisahkan antara motivasi pribadi dan kelompok dengan motivasi publik, lalu motivasi pribadi dan kelompok begitu besar maka akan terjadi masuknya kepentingan pribadi dan kelompok dalam kebijakan-kebijakan publik. Semakin besar dominansi kepentingan pribadi dan kelompok dalam kebijakan publik maka semakin jauh pula wujudnya pada kebijakan publik yang menyejahterakan rakyat.

Itu baru dari satu sisi soal ekonomi, belum lagi dari sisi sossial bisa kita lihat semakin menjamurnya anak putus sekolah yang berkeliaran di jalanan, peredaran narkoba yang semakin parah. Dari sisi hukum betapa timpangnya perlakuan hukum antara koruptor dan maling ayam, seolah mereka yang punya duit bisa bersahabat sedang mereka yang tidak siap menerima apa saja.

Saya jadi teringat ucapan seorang kawan, “Negara hanya ada dan terasa ketika pemilu dan pilkada”

0 komentar: