Satu sejarah besar yang saat ini hampir terlupakan adalah kisah seputar berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Penggalan sejarah itu terjadi di tahun 1948, tepatnya pada bulan Desember.
Saat itu sejrah mencatat Belanda, yang belum menerima kemerdekaan Indonesia, melakukan Agresi Militer kedua. Ibukota negara yang saat itu brtempat di Jogyakarta, berhasil direbut. Presiden Sokearno dan wakilnya Moehammad Hatta berhasil ditawan. Maka otomatis sejak saat itu pemerintahan Indonesia menjadi lumpuh.
Kalau mengacu pada sisitem pemerintahan maka, bisa jadi saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah kembali jatuh ke tangan penjajah. Tetapi, keutuhan itu masih bisa dipertahankan. Atas inisiatif tokoh-tokoh muslim di Sumatera Barat, pusat pemerintahan diambil alih. Mereka menamakan pemerintahan itu dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pada saat itu yang menjabat sebagai presiden dan wakilnya adalah Syafrudin Prawiranegara dengan Mohammad Rasyid. Pada saat itu mereka dikenal sebagai tokoh pergerkan Islam.
PDRI di proklamasikan oleh Syafrudin Prawiranegara satu hari setelah jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda. Tempatnya di Bukittinggi. Walaupun Soekarno telah mengirim mandat kepada syafrudin untuk memimpin pemerintahan sementara, tetapi surat mandate itu sendiri tidak pernah sampai ke tangan Syafrudin, karena saat itu fasilitas-fasilitas komunikasi telah jatuh ke tangan Belanda.
Maka sejak saat itu Belanda mengarahkan moncong senjatanya ke PDRI. Tetapi, dengan perlawanan yang kuat dan hebatnya strategi pertahanan yang dibuat, PDRI dapat terus berdiri kokoh. PDRI terus berjalan dengan perjuangan bergerilya, dengan empat titik pusat pemerintahan yaitu di Bukittinggi, Halaban, Koto Tinggi dan Bidar Alam. Mungkin inilah satu-satunya pememrintahan ‘bergerak’ yang pernah ada.
Pada saat itu segenap komponen bangsa ikut mendukung dan memberikan support atas apa yang dilakukan oleh Syafrudin dan yang lainnya. Dukungan juga diberikan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman. Jenderal Sudirman yng ketika itu kecewa dengan sikap menyerahnya Soekarno dan Hatta kepada Belanda, menyatakan kesetiaannya kepada PDRI dan siap terus memimpin perjuanagan bergerilya.
Akibat kampanye yang terus dilakukan oleh PDRI, akhirnya PBB menyadari bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah suatu keharusan dan kewajiban. Organisasi negara-negara dunia ini akhirnya menggelar sidang darurat dan mengeluarkan resolusi yang mengecam dan mendesak penghentian agresi militer yang dilakukan oleh Belanda.
Akhirnya pada 13 Juli !949, secara resmi berakhir tugas PDRI. Upacara pengembalian mandat tersebut berlangsung sederhana di Yogyakarta. Di pimpin lansung oleh Jenderal Sudirman dan Sjafruddin Prawiranegara.
Penyerahan mandate ini juga menunjukkan sikap negarawan Syafrudin dan pejuang-pejuang muslim lainnya. Sebab, pada saat itu Syafrudin dan kawan-kawan merasa perjanjian yang dibuat oleh Soekarno-Hatta dan Belanda merugikan Indonesia. Mereka juga menanyakan mengapa kedua pemimpin pertama Indonesia ini dengan mudah menyerah begitu saja ke tangan Belanda.
Ketika Syafrudin, saat itu didampingin oleh Natsir, memimpin rapat umum yang dihadiri oleh para pejuang republik untuk menyatakan kesediaan dan keikhlasannya mengembalikan mandat PDRI kepada Soekarno-Hatta. Banyak yang menteskan air mata.
Sayang sampai saat ini peristiwa tersebut seolah-olah dilupakan dari sejarah bangsa ini. Padahal sejarah tersebut sangat penting dalam perjalanan Republik Indonesia ini. Bahkan tidak ada penghargaan pahlawan nasional atas perjuangan Syfarudin dan kawan-kawan. Yah, bangsa kita memang suka dengan cepat melupakan jasa orang lain dan lebih suka mengangkat serta memamerkan jasa diri sendiri.
Kisah PDRI diatas mengangkat sebuah nama penting. Seorang pria bernama Syafrudin Prawiranegara. Dilahirakan di Banten, 28 Februari 1911, Syafrudin adalah pemimpin yang teguh menjunjung nilai-nilai keagamaan. Walaupun pada awalnya Syafrudin lebih akrab dengan karya-karya Karl Marx dan tokoh-tokoh kiri lainnya, tetapi takdir menunjukkan ia sebagai seorang pejuang muslim.
Makanya tidak salah ketika pemerintah Soekarno-Hatta membuka kran bagi terbukanya partai politik di Indonesia, Syafruddin menjatuhkan pilihannya kepada partai politik islam, Masyumi, walau secara pemikiran ia lebih cocok dengan partai sosialis. Pilihan ini awalnya hanyalah sebuah penghormatn bagi sang ayah yang dimatanya sangat religius.
Berbagai jabatan telah dipegangnya, mulai menjadi anggota KNIP, menteri muda keuangan dan menteri keuangan. Selain itu bersama para pejuang muslim lainnya, syafruddin, pernah pula diangkat menjadi perdana menteri Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat, 1961. akibat terlibat dalam PRRI inilah ia bersama Natsir dijebloskan kedalam penjara oleh rezim Orde Lama. Perlakuan ini juga terus dialaminya ketika era Orde Baru.
Master Ekonomi
Satu gebrakan yang dilakukan ketika ia menjadi menteri keuangan adalah ketika menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Saat itu ia berpikir bahwa satu tindakan drastis dan radikal harus dilakukan untuk menyelamatkan negeri ini dari kebangkrutan ekonomi. Makanya dalam rangka untuk memperkecil inflasi dan menambah penerimaan negara ia memunculkan ide untuk membuat mata uang sendiri. terbitnya ORI akhirnya juga menggantikan mata uang belanda dan jepang sebagai alat resmi penukar yang resmi di seluruh wilayah RI.
Selain itu Syafruddin juga memperkenalkan apa yang disebut dengan devisa yang dibuatnya untuk memajukan ekspor Indonesia. Selain itu yang lebih mengejutkan ialah tatkala ia mengmbil tindakan moneter yang berani. Ketika itu ia ia mengganti bermacam-macam uang yang ada dengan mata uang yang baru serta mengurangi jumlah mata uang yang beredar agar tidak terjadi inflasi.
Walaupun kebijakan yang diambilnya tidak sepenuhnya berlangsung dengan mulus. Akibat kebijakan yang diambilnya tersebut banyak terjadi kekacauan di pasar-pasar Indonesia. Kurangnya sosialisasi dan informasi merupakan salah satu penyebab kegagalan ini.
Tokoh dengan Ide-Ide Segar
Seperti halnya pejuang kemerdekaan yang lain, Syafruddin juga pandai berpolitik. Selain itu beliau juga selalu memiliki ide-ide segar dan kritis. Yang nggak ketinggalan beliau juga seorang penulis yang produktif . dilihat dari temanya tulisannya sangat beragam meliputi bidang: sosial, politik, ekonomi, filsafat, budaya, hukum hingga agama. Salah satu yang mejadi masterpiecenya adalah buku yang berjudul Islam Sebagai Pedoman Hidup.
Buku ini merupakan kumpulan-kumpulas tulisan Syafrudin baik itu yang berupa ceramah maupun tulisan yang telah dicetak oleh media cetak. Buku ini dikumpulkan oleh seorang budayawan sunda, Ajip Rosidi, menjadi empat jilid buku. Buku inilah yang dianggap oleh ahli sejarah mencerminkan pemikiran sejati dari Syafruddin. Terutama pemikirannya mengenai hukum islam.
Syafrudin dan Riba
Banyak ide segar yang diluncurkan oleh Syafruddin tak terkecuali dalam masalah Riba. Bila sebagian ulama mengharamkan bunga bank, tidak halnya dengan syfruddin. Baginya bunga bank bukanlah riba. Syafruddin menafsirkan riba sebagai bentuk keuntungan yang melebihi batas kewajaran yang diperoleh dari transaksi dagang. Selain itu beliau juga berpendapat semua bidang usaha dan perdagangan bisa terkena riba. Tetapi riba yang paling jauh berbahaya baginya adalah monopoli dagang dan industri.
Baginya keuntungan dari perdagangan yang sifatnya menipu dan memeras dan memanfaatkan kelemahan orang lain guna memperoleh keuntungan pribadi, adalah juga riba, meski jenis perdagangan itu halal secara syariat.
0 komentar:
Posting Komentar